Monday 22 September 2014

Cerpen: Alur waktu Part 1

Alur Waktu “Perjalanan Tanpa Nama”

18 September
 
           Wajahnya pucat dan matanya putih, dia buta. Tangannya menggenggam ranting pohon yang terbuat dari perak. Aku tak tahu siapa namanya, tapi dia tersenyum ke arahku.
Tiba-tiba dia berlari ke arahku. Lalu berteriak “moon light crasher”, ranting perak itu berubah menjadi sebuah pedang. Indah. Tidak. Menakutkan. Dia membuat laki-laki jangkung yang berdiri di belakangku tadi roboh seketika. Pedang itu menghisap jiwa laki-laki itu.
“Kau beruntung karena dia hanya seorang pesuruh. Sebaiknya kau pergi, atau mereka bisa mencium aromamu.”
“Kau bisa melihatku? Siapa kau?” kataku.
“Terlambat. Dia sudah di sini”.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” kataku lirih, tanganku dingin, tubuhku bergetar hebat, keringat begitu deras … bukan keringat, tapi, darah! Iya, darah mengucur dari ujung rambutku yang merah. “oh tidak, jangan sampai ada yang tahu siapa aku”, kataku dalam hati.
Semula hanya ada kami berdua, tiba-tiba banyak orang asing yang datang. Kali ini segerombolan laki-laki berpenampilan aneh berjalan ke arah kami. Ada laki-laki tinggi dengan pedang hitamnya yang berkilau, laki-laki pendek dengan busur peraknya, dan laki-laki sangar lainnya. Mereka berhenti dan berjejer di depanku, lalu sosok gadis cantik, gadis?, iya, gadis di antara mereka  berjalan di antara gerombolan itu.
            Wajahnya dingin tanpa senyum di balik topeng itu, matanya tajam, ditangannya membawa sebuah batu merah dan Ia memiliki rambut yang sama sepertiku…
“Moon light crasher” teriaknya sembari meloncat ke arahku, sedangkan batu merah itu berubah menjadi sebuah tombak.
“Ya ampun, sebenarnya apa yang terjadi?” hatiku bertambah risau.
Dia mengucapkan sesuatu sama seperti yang dikatakan gadis dengan pedang perak tersebut dan menancapkannya tepat di jantung gadis pedang perak itu, tapi …
“Kau seharusnya mengatakan di mana gadis itu berada, kau malah sombong dengan mata butamu itu!”. Kata gadis dengan batu merah itu kepada gadis dengan pedang perak yang kini menjadi abu.
 “Apa yang sebenarnya terjadi, seseorang tolong jelaskan padaku apa yang terjadi?” teriakku dengan suara yang parau.
Dia melihat ke arahku, matilah aku. Bodohnya aku, aku mati, ya, pasti mati!
“Dia mendekat, ke arahku”.

Hening.

Tiba-tiba sesuatu menarik tanganku dengan erat, aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas namun senyumnya begitu damai dan genggamannya begitu hangat.

###

Related Articles

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Pages