Friday 21 March 2014

Surat Untuk Kawanku

Artikel di bawah ini merupakan adaptasi dari artikel yang diberikan oleh pihak Kemensesneg dalam acara pelatihan untuk penulis.


Dear friends,

            Tak ada asap kalau tak ada api, siapa yang tak tahu tentang pepatah itu, bukan? Sama halnya dengan daerah tempat tinggal kawan kita di Riau sana. Asap yang mengepul dari hasil pembukaan lahan kebun sawit membuat udara sangat tercemar. Bayangkan saja, sejak awal Februari sudah 5.857 hektar lahan terbakar. Lahan yang paling luas terbakar terjadi di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Pelalawan. Di Meranti, sekitar 2.900 hektar lahan terbakar. Di Pelalawan ada sekitar 2.000 lebih hektar lahan terbakar. Sedangkan sisanya terjadi di Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Rokan Hilir, Pekanbaru, Kampar dan Rokan Hulu. Dan yang lebih mencengangkan lagi, berdasarkan data yang diterima Polda Riau, ada sekitar 300 hektar lahan gambut di Indragiri Hilir yang sangat rawan terbakar. Suhu panas yang tinggi bisa memicu api, kapan saja. Sebagai langkah dini, kepolisian dan pemerintah setempat sudah melakukan rapat koordinasi untuk tindak lanjut berikutnya.
            Entah apa sebenarnya yang menyebabkan kebakaran itu terjadi, apakah cuaca yang panas serta kurangnya air di daerah tersebut atau mungkin ulah manusia itu sendiri? Entahlah. Tapi, menurut Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad menilai bahwa banyak faktor penyebab kebakaran lahan di Riau. Namun jika dilihat fakta di lapangan secara umum, sebelum ada lahan perusahaan untuk perkebunan, sangat jarang terjadi kebakaran besar. Beliau menyimpulkan bahwa faktor penyebab kebakaran bukanlah alam yang menjadi faktor utama tapi kesalahan kebijakan dan praktik manusia.
            Kalian tahu berapa titik api yang ada, sobat? Berdasarkan pengamatan dari Satelit Terra dan Aqua, jumlah titik api mencapai 1.000 titik. Waaw, angka yang  melebihi jumlah titik api dalam bencana yang sama, 7 dari 12 kabupaten dan kota di Provinsi Riau kesusahan. Meluasnya pembakaran lahan dan hutan membuat tingkat pencemaran udara terus memburuk. Menyebabkan jumlah penderita ISPA mencapai 22.000 orang, data yang dinyatakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau hingga 26 Februari lalu. Jumlah penderita ISPA tidak bisa dibendung, walau sekolah sudah diliburkan selama beberapa hari. Ditambah musim kemarau dan tiupan angin yang lumayan kencang memicu meluasnya kebakaran hutan dan lahan sawit akibat land clearing sebelum penanaman sawit.
            Satu lagi yang menjadi bukti betapa tebalnya asap itu adalah terhempasnya kapal Marina MV Jojovan Faster II yang berangkat dari Pelabuhan Tungkal tujuan Pelabuhan Sungai Enok, Indragiri Hilir, Riau terhempas. Katanya hal itu terjadi karena jarak pandang di laut hanya 25 meter sedangkan kalau di bandara hanya 800 meter. Lalu, jalan Negara sudah mulai tidak terlihat jelas pada jarak 1 km. Ketebalan kabut asap berdasarkan data dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup mencapai 31% dari ambang batas normal. Hal itu mulai membuat keadaan semakin mengkhawatirkan.
            Sebagai generasi muda bangsa Indonesia, kita bisa mengambil pelajaran dari kejadian - kejadian yang sedang menimpa Negri kita tercinta.
            Sebagai generasi muda bangsa Indonesia, jangan mau dibilang bodoh karena kita mengulang kesalahan yang sama.
            Oke sobat, sekian dulu kisah sedih yang bisa aku bagi kepada kalian, semoga ada hal yang bisa kita lakukan mengenai hal ini.

Salam


Related Articles

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Pages