Surat Untuk Kawanku
Artikel di bawah ini merupakan adaptasi dari artikel yang diberikan oleh pihak Kemensesneg dalam acara pelatihan untuk penulis.
Dear
friends,
Tak ada asap kalau tak ada api,
siapa yang tak tahu tentang pepatah itu, bukan? Sama halnya dengan daerah
tempat tinggal kawan kita di Riau sana. Asap yang mengepul dari hasil pembukaan
lahan kebun sawit membuat udara sangat tercemar. Bayangkan saja, sejak awal
Februari sudah 5.857 hektar lahan terbakar. Lahan yang paling luas terbakar terjadi
di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Pelalawan. Di Meranti, sekitar 2.900 hektar
lahan terbakar. Di Pelalawan ada sekitar 2.000 lebih hektar lahan terbakar.
Sedangkan sisanya terjadi di Kabupaten Bengkalis, Indragiri Hulu, Indragiri
Hilir, Rokan Hilir, Pekanbaru, Kampar dan Rokan Hulu. Dan yang lebih
mencengangkan lagi, berdasarkan data yang diterima Polda Riau, ada sekitar 300 hektar lahan gambut
di Indragiri Hilir yang sangat rawan terbakar. Suhu panas yang tinggi bisa
memicu api, kapan saja. Sebagai langkah dini, kepolisian dan pemerintah
setempat sudah melakukan rapat koordinasi untuk tindak lanjut berikutnya.
Entah apa sebenarnya yang
menyebabkan kebakaran itu terjadi, apakah cuaca yang panas serta kurangnya air
di daerah tersebut atau mungkin ulah manusia itu sendiri? Entahlah. Tapi,
menurut Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad menilai bahwa banyak faktor penyebab kebakaran lahan di
Riau. Namun jika dilihat fakta di lapangan secara umum, sebelum ada lahan
perusahaan untuk perkebunan, sangat jarang terjadi kebakaran besar. Beliau
menyimpulkan bahwa faktor penyebab kebakaran bukanlah alam yang menjadi faktor
utama tapi kesalahan kebijakan dan praktik manusia.
Kalian
tahu berapa titik api yang ada, sobat? Berdasarkan pengamatan dari Satelit
Terra dan Aqua, jumlah titik api mencapai 1.000 titik. Waaw, angka yang melebihi jumlah titik api dalam bencana yang
sama, 7 dari 12 kabupaten dan kota di Provinsi Riau kesusahan. Meluasnya
pembakaran lahan dan hutan membuat tingkat pencemaran udara terus memburuk.
Menyebabkan jumlah penderita ISPA mencapai 22.000 orang, data yang dinyatakan
oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau hingga 26 Februari lalu. Jumlah penderita
ISPA tidak bisa dibendung, walau sekolah sudah diliburkan selama beberapa hari.
Ditambah musim kemarau dan tiupan angin yang lumayan kencang memicu meluasnya
kebakaran hutan dan lahan sawit akibat land
clearing sebelum penanaman sawit.
Satu
lagi yang menjadi bukti betapa tebalnya asap itu adalah terhempasnya kapal
Marina MV Jojovan Faster II yang berangkat dari Pelabuhan Tungkal tujuan
Pelabuhan Sungai Enok, Indragiri Hilir, Riau terhempas. Katanya hal itu terjadi
karena jarak pandang di laut hanya 25 meter sedangkan kalau di bandara hanya
800 meter. Lalu, jalan Negara sudah mulai tidak terlihat jelas pada jarak 1 km.
Ketebalan kabut asap berdasarkan data dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh
Badan Lingkungan Hidup mencapai 31% dari ambang batas normal. Hal itu mulai membuat keadaan
semakin mengkhawatirkan.
Sebagai
generasi muda bangsa Indonesia, kita bisa mengambil pelajaran dari kejadian -
kejadian yang sedang menimpa Negri kita tercinta.
Sebagai
generasi muda bangsa Indonesia, jangan mau dibilang bodoh karena kita mengulang
kesalahan yang sama.
Oke
sobat, sekian dulu kisah sedih yang bisa aku bagi kepada kalian, semoga ada hal
yang bisa kita lakukan mengenai hal ini.
Salam
0 comments:
Post a Comment